Senyum Terakhir Ibu
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh28ZoPuqDLuw-xAhKg1kascIS7UBbZ3HNBRF_rKNjTjjvltEgJp69FdvgCNP4eVV14vNEmPdUl1G4XUZr-rXoK8S8V4UtPAPYdQCpJcZ4GJ5P6H6K371TRoYVOxUxSQGHXx9Pa3jCor0M/s1600/ibu.jpg)
2 tahun setelah melahirkanku
ibuku divonis menderita kangker rahim sehingga harus di operasi. Rahim ibu
diangkat sehingga tidak mungkin ibuku mempunyai anak llagi. Itu sudah 5 tahun
yang lalu, sekarang ibuku sehat dan selalu menemaniku. Aku sangat sayang ibuku.
Ayah adalah seorang pegawai
kantor yang sangat rajin sehingga beliau sangat disayang oleh bosnya. Ayahku
sekarang menduduki jabatan yang cukup penting di kantornya. Tapi perjalannya
saat beliau bekerja tidaklah selalu mulus. Ada saja orang yang iri kepada ayah
dan berusaha memfitnah ayah. Untung saja
tak pernah berhasil.
###
Ayahku adalah seorang
pegawai yang tak pernah telat. Selalu tepat waktu dan sanagt ahli dalam bidang
manajement. Ayahku adalah orang yang tak pernah dendam kepada siapapun walaupun
beliau selalu disakiti. Ayah mengajarkanku untuk selalu sabar dan ikhlas,
sehingga teman-temannya menyukai ayah. Tapi ada satu teman ayah yang sangat
malas dan mencoba menghancurkan ayah karena iri dengan keberhasilan ayah di
kantor.
Suatu saat teman ayah
berhasil memfitnah ayah sehingga ayah turun jabatan. Ayah masih baik-baik saja.
Tak menuntut balas apapun. Itulah ayahku selalu menerima keadaan. Setelah ayah
turun jabatan ibukulah yang memberikan semangat pada kami “belum rejeki” kata
ibu. Sampai suatu saat ayah dipecat dari kantornya. Itu membuat shock kami
semua.
“mungkin belum rejeki kita to mas?” ibuku mencoba menenangkan
ayahku.
“iya, semoga seperti itu. Besok aku akanmelamar
pekerjaan. Semoga ada kantor yang mau menerima tenagaku.”
“semoga.”
“ayah? Kenapa ayah tidak membalas kelakuan jahat teman
ayah.” Kataku polos.
“Dobi, kita ini hidup di dunia hanya sementara.
Sepatutnya kita memaafkan kesalahan orang lain. Ayah yakin suatu saat nanti dia
pasti sadar. Kita tidak boleh membalas kejahatan dengan kejahatn pula nak.”
Perkataan ayah membuatku semakin yakin bahwa ayah orang terbaik di dunia ini
selain guruku.
###
Seminggu, dua minggu dan
akhirnya 6 bulan ayahku belum juga mendapatkan pekerjaan. Kami menyambung hidup
dengan tabungan pendidikankuyang sedianya untuk membayar sekolahku kelak. Ibuku
dengan kemampuannya membantu ayahku mencari uang. Memasak adalah keahlian
ibuku, sehingga ibu sering diundang tetenggaku untuk memasak di acara
hajatannya. Ibu juga sering menerima pesanan kue. Kue buatan ibu sangat enak.
Setelah setahun berlalu
ayahku hanya menjadi seorang penjual koran. Kehidupan kami berubah sangat
derastis. Ayahku mulai sering mabuk-mabukan dan ibuku mulai sering menangis
karena kelakuan ayah. Apakah orang dewasa akan seperti inin bila sudah
mendapatkan masalah yang besar. Sekarang ayah bukanlah orang yang terbaik di
dunia. Dia adalah seseorang yang hanya bisa membuat hati ibu kecewa dan
terluka. Ayah juga sering memukulku kalau aku mencoba membela ibu. “Tau apa
anak kecil?” katanya. Suatu saat nanti saat aku dewasa ingin sekali aku
menghajarnya, membenturkan kepalanya ke batu besar sampai dia sadar bahwa kami
dulu adalah orang yang ia kasihi.
“Ibu? Kenapa ayah sering pulan malam? Kenapa ayah
sering marah-marah? Dan kenapa ayah sekarang suka memukulku dan memukul ibu?”
aku bertanya pada ibu dengan polosnya.
“mungkin ayah sedang lelah.” Setelah mejawab pertanyaanku
itu ibu lalu menangis. Sehingga aku tak berani menanyakan pertanyaan itu lagi
padanya. Aku takut ibu sedih.
Sejak itu ibuku jarang tersenyum. Selalu sedih dan
murung. Ibuku yang cantik dan tambah manis bila tersenyum kini tak dapat lagi
tersenyum lepas.
###
Ibu mulai berkerut pipinya.
Mungkin karena ibu merasakan beban ekonomi yang tak kunjung membaik. Juga
karena kelakuan ayah. Sudah 2 tahun berlalu dan sekarang aku duduk dibangku
kelas 4 SD. Ibu bekerja serabtuan untuk mencukupi kebutuhan kami. Ayah tak
pernah menafkahi kami lagi. Dia hanya numpang makan dan tidur di rumah. Banyak
tetangga yang menggunjingkan keluarga kami. Katanya ayah adalah seorang
pencopet sekarang. Ingin sekali aku menanyakan hal itu kepada ibu. Tapi aku
tidak berani.
Karena himpitan ekonomi aku
juga ingin bekerja. Dan aku bekerja di rumah pak Haji Muhidin, beliau
mempercayakan 1 empang berisi 500 ikan padaku. Karena pekerjaanku yang bagu
beliau mulai mempercayaka beberapa petak empan lagi padaku. Awalnya ibu
melarangku untuk bekerja, tapi setelah ibu melihat kasih sayang Haji Muhidin
kepadaku ibu mulai memperbolehkanku bekerja. Haji Muhidin sangat menyayangiku
begitu juga dengan bu Haji. Aku sering dipanggil untuk menemani Bu Haji ke
pasar. Anaknya yang juga satu-satunya berkuliah di Australia, dan akan pulang 1
tahun sekali.
###
Saat aku kelas 6 SD ibu berkata padaku “sekarang sudah
jarang ada orang yang memesan kue pada ibu, juga sekarang orang yang sedang
mengadakan hajatan tidak pernah menggunakan jasa ibu lagi. Ibu harus pergi ke
suatu tempat untuk mencari uang Dobi.”
“apa ibu harus pergi, kenapa tidak di rumah saja? Kan
aku juga sudah bekerja.” aku merasa sangat sedih sekali.
“tidak sayang, ibu harus pergi menjadi TKW di luar
negeri. Kemarin ada teman ibu yang menawarkan pekerjaan itu pada ibu.” Sambil
memandangi wajah kecilku ibu menjelaskan.
Aku menyeka air mata yang turun di pipi ibu “kapan ibu
akan berangkat?.”
“besok pagi.” Sahut ibu.
Aku kaget dan akupun menangis tersedu-sedu. “lalu aku
disini sama siapa? Ayah? Mendingan aku mati dari pada harus hidup dengan ayah.”
Ibu mencoba menenangkanku “tidak sayang. Haji Muhidin
bersedia untuk merawatmu. Sudah, sekarang kamu tidur ya.” Ibu tersenyum manis
dan sangat lepas. Tak pernah aku melihat ibu tersenyum seperti ini.
Ku peluk erat tubuh ibuku. Kucium keningnya berkali
kali “ aku sayang ibu” kata terakhirku untuk ibu malam itu. Aku tidur di
pangkuan ibu dan merasakan kenyamanan yang sangat dalam saat aku mendekapnya.
“maafkan ibu sayang. Ibu sangat menyayangimu!”
kata-kata itu terdengar samar tapi membuatku tersenyum.
###
Aku terbangun dari tidurku
“Ibu?” aku memanggil sesorang yang ku sayang. Tapi tak ada jawaban. Aku
teringat, semalam ibu berkata bahwa pagi ini beliau akan berangkat. Aku
tersentak, beranjak dari tempat tidur dan berlari menuju kamr ibu. Berharap ibu
masih terlelap di kamarnya. Akan tetapi harapanku pudar. Ibu sudah pergi. Aku
menangis tersedu-sedu, ku coba memanggil ibu “IBU...IBU...” tak ada jawaban
sama sekali. “Kenapa ibu tidak berpamitan denganku? Ibu, aku ingin sekali
melihatmu sekarang.” Senyum ibu semalam adalah tanda terakhir. Aku sangat ingin
melihat senym itu lag.
Saat aku mulai tenang, Ibu Haji datang ke rumahku,
“Dobi, ya Allah kenapa kamu nang?
Kamu mencari ibumu? Ibumu sudah berangkat tadi pagi-pagi sekali”.
Bayangan ibu mulai tampak pada seseorang yang sering
aku panggil bujah (Ibu Hajah) “Ibu mana bujah?”
“sudah jangan menangis. Disini ada bujah yang akan
menjagamu. Ibumu sudah berangkat kerja.” Ibu Haji memelukku. Pelukan ini,
seperti pelukan ibu. “maafkan Bujah Dobi” suara itu lirih tapi aku medengarnya.
“kenapa Bujah meminta maaf?” kataku.
“tidak. Mungin kamu salah dengar. Ayo pulang ke rumah
Bujah.” Ibu Haji mulai membibingku menuju rumahnya. “semoga Dobi tidak curiga
denganku” kata-katanya dalam hati.
Saat itu aku dirawat dan tinggal di rumah Bujah. Pak
Haji dan Bu Haji menyayangiku sepenuh hati.
###
Komentar
Posting Komentar