DIBAWAH LINDUNGAN KETEK ABAH


   Sore itu di desaku yang terpencil akan ada pertunjukan tari kuda lumping dalam rangka memperingati HUT RI yang ke-67. Pada saat itu aku sangat tidak berminat menonton sama sekali, aku lebih memilih untuk tidur di rumah. Merangkai bunga mimpi yang khayal. Tapi menarik dan lucu. Jadi sore itu ku putuskan untuk tidur saja dirumah.
                Suara gamelan jawa terdengar dari rumahku yang tak jauh dari area pertunjukan kuda lumping itu. Suara sinden yang melengking diiringi gamelan jawa ditambah dengan gelang lonceng yang dipakai para pemain menambah gaduh suasana sehingga mengganggu sleeping beautyku. Aku penasaran kenapa sangat ramai, kuputuskan untuk menonton malam harinya karena pertunjukan kuda lumping juga dipertontonkan pada malam harinya.
???!!!???
                Malam yang diterangi bulan itu aku mengajak abahku untuk menonton kuda lumping karena ingin menebus rasa penasaranku. Jadilah aku berangkat dengan hati mantap walau sebenarnya aku takut, sangat takut.
“Tumben nonton?” mbak Ti tetanggaku mengagetkanku dengan suara yang cukup lantang.
“Iya mbak, pengen o.” Jawabku sambil tersipu.
Lha sama siapa nok?” tanya bak Ti lagi.
“Sama bapak.” Jawabku singkat.
                Penonton bejubel dibagian depan. Mereka yang kebanyakan datang dari luar desaku haus akan hiburan. Maklum, namanya juga desa plosok. Akhirnya penantianku dan penonton yang lain terbayar sudah. Para penari dengan diiringi musik gamelan mulai bernari mengikuti irama. Mereka berlenggak lenggok kesanana kemari.
Satu babak pun selesai. Aku dan penonton yang lainnya menunggu babak kedua yang lebih seru karena ada kemenyan yang di siapkan panitia. Tandanya akan ada yang kesurupan setelah ini. Aku mulai dirundung kecemasan.
“Bah pulang yo!” pintakku.
“Setelah ini seru nok. Nanti sekalian ya, tadikan kamu yang mengajak!” Abah menolaknya. Akhirnya kuturuti. Babak kedua dimulai, hatiku semakin cemas dan takut. Sudah setengah permainan tapi belum ada pemain yang kesurupan. Syukurlah, gumamku.
                Tak lama setelah itu ada beberapa pemain yang mulai kesurupan. Awalnya aku bertingkah biasa saja, tapi karena yang kesurupan mulai anarkis dan para penonton bayak yang ketularan aku panik. Aku berada tepat di samping abahku. Abah nampak antusias sekali,mungkin lucu menurutnya. Hingga akhirnya, aku yang berdiri di barisan depan mulai berteriak ketakutan.
Huuuuaaaaaaaaaaaaaa.... Abah, aku ndak mau! Ayo pulang sekarang!” aku meraih tangan kiri ayah yang berada di samping kananku, tangan ayah ku genggam erat dan kepalaku secara tidak ku sadari sdah berada tepat di ketek abahku. Aku takut karena eorang laki-laki tinggi yang berdiri di sampingku tiba-tiba kesurupan dan matanya melotot.
Ndak papa.” Abah menenangkanku.
Emoh. Ayo pulang!” aku berteriak dan menangis. Akhirnya ayah mau menurutiku untuk pulang.
                Diluar sana mungkin ada film Di Bawah Lindungan Ka’bah tapi yang ku alami malam itu adalah Di Bawah Lindungan Ketek abah. Untung saja ada abah.
???!!!???

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas Sastra (Perbandingan Novel Ronggeng Dukuh Paruk dan Tarian Bumi)

ANALISIS FILM “TANAH SURGA KATANYA”

CURHAT 2021